Beranda | Artikel
Bila Kematian Disembelih
Jumat, 14 Oktober 2022

Oleh: Abdullah Zaen, Lc, MA

Khutbah Jum’at di Masjid Agung Darussalam Purbalingga, 23 Jumadats Tsani 1434 / 3 Mei 2013

 

KHUTBAH PERTAMA:

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ”.

“يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً”.

“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً”.

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

Jama’ah Jum’at rahimakumullah…

Mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’ala dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya; yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam.

Jama’ah Jum’at yang semoga dimuliakan Allah…

Kejadian hari kiamat merupakan kumpulan rentetan sekian peristiwa. Setiap penggal episode kejadian tersebut memberikan pelajaran yang amat berharga bagi umat manusia. Di antara peristiwa dahsyat yang menorehkan pelajaran sangat mendalam adalah kejadian disembelihnya kematian.

Sebuah kejadian yang membangkitkan bulu roma setiap insan dan mengusik tidur nyenyak orang-orang yang beriman.

Setelah semua penghuni surga masuk ke dalamnya dan seluruh penghuni tetap neraka menempati tempatnya di neraka jahannam, Allah subhanahu wa ta’ala mendatangkan kematian. Kematian yang saat itu Allah tampilkan dalam bentuk seekor domba, diletakkan-Nya di suatu tempat antara surga dan neraka.

Dalam sebuah hadits sahih yang dituturkan oleh Abu Sa’id al-Khudry radhiyallahu’anhu disebutkan, bahwa Nabi shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

“يُؤْتَى بِالْمَوْتِ كَهَيْئَةِ كَبْشٍ أَمْلَحَ، فَيُنَادِي مُنَادٍ: “يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ فَيَشْرَئِبُّونَ وَيَنْظُرُونَ، فَيَقُولُ: “هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا؟”. فَيَقُولُونَ: “نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ” وَكُلُّهُمْ قَدْ رَآهُ. ثُمَّ يُنَادِي: “يَا أَهْلَ النَّارِ” فَيَشْرَئِبُّونَ وَيَنْظُرُونَ فَيَقُولُ: “هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا؟” فَيَقُولُونَ: “نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ” وَكُلُّهُمْ قَدْ رَآهُ، فَيُذْبَحُ، ثُمَّ يَقُولُ: “يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ خُلُودٌ فَلَا مَوْتَ، وَيَا أَهْلَ النَّارِ خُلُودٌ فَلَا مَوْتَ”.

“(Di hari kiamat kelak) kematian didatangkan dalam bentuk kambing berbulu hitam putih. Seorang penyeru berkata, “Wahai penghuni surga!” maka merekapun menengok dan melihat.

“Tahukah kalian apa ini?” lanjut si penyeru.

“Ya, itu adalah kematian” jawab mereka. Seluruhnya telah melihatnya.

Penyeru kembali berkata, “Wahai penghuni neraka!”, merekapun menengok dan melihat.

“Tahukah kalian apa ini?”

“Ya, itu adalah kematian”. Seluruhnya telah melihatnya.

Lalu kematian tersebut disembelih, seraya si penyeru berkata, “Wahai penghuni surga, (setelah ini) kalian akan kekal dan tidak ada lagi kematian. Wahai penghuni neraka, (setelah ini) kalian pun akan kekal dan tidak ada lagi kematian”. HR. Bukhari dan Muslim.

Kaum muslimin dan muslimat yang kami hormati…

Dalam hadits lain, Sayyiduna Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menggambarkan perasaan para penghuni surga dan neraka saat mereka dipanggil oleh sang penyeru. Juga perasaan mereka setelah kejadian penyembelihan tersebut.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “يُؤْتَى بِالْمَوْتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيُوقَفُ عَلَى الصِّرَاطِ فَيُقَالُ: “يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ” فَيَطَّلِعُونَ خَائِفِينَ وَجِلِينَ أَنْ يُخْرَجُوا، فَيُقَالُ: “هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا؟” قَالُوا: “نَعَمْ رَبَّنَا هَذَا الْمَوْتُ”. ثُمَّ يُقَالُ: “يَا أَهْلَ النَّارِ” فَيَطَّلِعُونَ فَرِحِينَ مُسْتَبْشِرِينَ أَنْ يُخْرَجُوا مِنْ مَكَانِهِمُ الَّذِي هُمْ فِيهِ، فَيُقَالُ: “هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا؟” قَالُوا: “نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ” فَيَأْمُرُ بِهِ فَيُذْبَحُ عَلَى الصِّرَاطِ، ثُمَّ يُقَالُ لِلْفَرِيقَيْنِ كِلَاهُمَا “خُلُودٌ فِيمَا تَجِدُونَ، لَا مَوْتَ فِيهِ أَبَدًا”.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Di hari kiamat kelak, kematian akan didatangkan lalu diletakkan di atas jembatan. Kemudian diserukan, “Wahai penghuni surga”. Maka merekapun menoleh dengan diiringi perasaan takut dan khawatir, jangan-jangan mereka akan dikeluarkan (dari surga).

“Tahukah kalian apa ini?”.

“Ya, wahai Rabb kami. Itu adalah kematian.

Giliran seruan berikutnya, “Wahai para penghuni neraka!”. Merekapun menoleh dengan dipenuhi rasa gembira dan harapan, jangan-jangan akan dikeluarkan dari tempat yang mereka dekami saat itu.

“Tahukah kalian apa ini?”.

“Ya, wahai Rabb kami. Itu adalah kematian”.

Kemudian Allah memerintahkan agar kematian tersebut disembelih di atas jembatan. Seraya dikatakan kepada masing-masing kelompok, “Kalian akan kekal abadi bersama apa yang kalian rasakan saat ini dan tidak akan ada lagi kematian”. HR. Ahmad dan dinilai sahih oleh al-Hakim, Ibn Hibban dan al-Albany.

Adapun perasaan mereka setelah kematian tersebut disembelih, telah digambarkan dengan jelas oleh Nabi kita shallallahu’alaihiwasallam dalam hadits Ibn Umar radhiyallahu’anhuma berikut,

“فَيَزْدَادُ أَهْلُ الْجَنَّةِ فَرَحًا إِلَى فَرَحِهِمْ، وَيَزْدَادُ أَهْلُ النَّارِ حُزْنًا إِلَى حُزْنِهِمْ”.

“Kegembiraan penghuni surga semakin membuncah setelah sebelumnya mereka telah diliputi kegembiraan. Sebaliknya kesedihan penghuni neraka pun semakin memuncak, setelah sebelumnya mereka sudah dikungkung kesedihan”. HR. Bukhari dan Muslim.

Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah…

Begitulah sekelumit kejadian penyembelihan kematian di hari kiamat kelak. Di mana peristiwa tersebut merupakan penanda bahwa kematian telah tiada. Ya, kematian telah mati. Tidak ada lagi kematian setelah hari itu. Yang ada adalah dua warna kehidupan yang amat bertolak belakang. Kehidupan pertama adalah kehidupan para penghuni surga yang diliputi dengan segala jenis kenikmatan yang tiada taranya. Adapun kehidupan kedua adalah kehidupan para penghuni neraka, yang dikungkung segala bentuk siksa dan azab yang tak terperikan. Masing-masing akan menjalani kehidupan tersebut, tanpa ada batas akhir. Kekal abadi…

Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari penggalan singkat kejadian alam akhirat di atas. Di antaranya, dengan merenungi hadits-hadits di atas, kita akan lebih termotivasi untuk menyiapkan bekal guna menghadapi peristiwa tersebut.

Kehidupan dunia ini ibarat tempat penyeberangan yang sedang dilalui oleh orang-orang yang hidup di dalamnya. Setiap orang akan melewati dan meninggalkannya, lalu menuju kehidupan yang sesungguhnya.

Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan dunia ini sebagai tempat beramal, sedang akhirat dijadikan-Nya sebagai tempat pembalasan amalan. Maka setiap orang yang beramal, dia akan meraih ganjarannya. Sebaliknya orang yang lalai, niscaya akan menyesali perbuatannya. Hari pembalasan pasti akan datang, dan apa saja yang akan datang adalah sesuatu yang dekat. Maka, janganlah kita tertipu dengan gemerlapnya kehidupan dunia yang sementara ini, sehingga melalaikan dari kehidupan yang sesungguhnya di akhirat nanti.

Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah

Seorang hamba yang salih pernah berpetuah,

“اعْمَلْ لِدُنْيَاك بِقَدْرِ مَقَامِك فِيهَا، وَاعْمَلْ لِآخِرَتِك بِقَدْرِ بَقَائِك فِيهَا

“Bekerjalah untuk duniamu sesuai jatah waktu tinggalmu di dalamnya. Dan beramallah untuk akhiratmu sesuai jatah waktu tinggalmu di dalamnya.”

Subhanallah…! Sebuah nasihat yang sungguh mencerminkan kedalaman perenungan akan hakekat perbandingan kehidupan di dunia dengan akhirat. Ia sangat memahami betapa jauh lebih bermaknanya kehidupan di akhirat daripada kehidupan di dunia. Dan betapa fananya dunia ini dibandingkan kekalnya alam akhirat kelak..!

Mari kita renungkan. Berapa lamakah jatah waktu hidup kita di dunia? Paling-paling hanya 60-an atau 70-an tahun. Kalau bisa lebih daripada itu tentu sudah sangat istimewa. Seorang yang mencapai usia 100 tahun sungguh luar biasa! Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam telah mengisyaratkan hal itu dalam sabdanya,

أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ”.

“Umur ummatku antara enampuluh hingga tujuhpuluh tahun. Dan sedikit di antara mereka yang melewati itu.” HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dan hadits ini dinilai sahih oleh Ibn Hibban, al-Hakim dan adz-Dzahaby.

Itulah jatah hidup kita di dunia.

Bagaimana dengan jatah hidup kita di akhirat? Al-Qur’an al-Karim menegaskan bahwa manusia bakal hidup kekal selamanya di akhirat.

“خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا“.

“Mereka kekal selamanya di dalamnya.”

Maka, pantaskah kita mempertaruhkan kehidupan kita yang hakiki dan abadi di akhirat nanti, demi meraih kesenangan dunia yang fana dan penuh dengan tipuan yang sangat memperdayakan?

Mari kita menjadi orang yang ‘cerdas’ versi hadits nabawi. Bukan orang yang cerdas berdasarkan pandangan picik para penghamba dunia, yang sejatinya sangatlah jahil dan pendek pola pikirnya.

Dalam sebuah hadits dijelaskan,

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ”.

“Orang yang cerdas ialah orang yang senantiasa mengevaluasi (amal perbuatan) dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian.” HR. Tirmidzy dari Syaddad bin Aus radhiyallahu’anhu. At-Tirmidzy menyatakan hadits ini hasan.

أقول قولي هذا، وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين والمسلمات، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.

KHUTBAH KEDUA:

الْحَمْدُ للهِ “غَافِرِ الذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ إِلَيْهِ الْمَصِيرُ”، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ لاَ نِدَّ لَهُ سُبْحَانَهُ وَلاَ شَبِيْهَ وَلاَ مَثِيْلَ وَلاَ نَظِيْرَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْبَشِيْرُ النَّذِيْرُ وَالسِّرَاجُ الْمُنِيْرُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَكُلِّ تَابِعٍ مُسْتَنِيْرٍ.

Sidang Jum’at yang kami hormati…

Dengan merenungkan keterangan di atas, lantas mencermati jalan hidup banyak manusia di muka bumi ini, niscaya mata kita akan terbelalak terheran-terheran. Betapa tidak proporsionalnya bekal kehidupan dunia mereka, dibandingkan dengan bekal kehidupan akhirat mereka. Ada di antara mereka yang telah mempersiapkan bekal dunia yang cukup untuk tujuh keturunan, namun bekal akhiratnya, boro-boro untuk keturunannya, untuk bekal dirinya sendiri saja tidak cukup!

Sudah saatnya kita mengakhiri kelalaian akut itu! Telah tiba masanya kita menyudahi kelengahan parah itu!

Mari kita benahi akidah dan tauhid kita yang mungkin belum lurus dan sempurna. Bahkan barangkali masih terkotori dengan noda syirik, khurafat, bid’ah dan yang semisal dengannya.

Mari kita terus tingkatkan pengetahuan agama kita, dengan membaca, mendengar dan menelaah al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu’alaihiwasallam di bawah bimbingan para ulama rabbani.

Mari kita perbaiki ibadah shalat lima waktu kita, yang barangkali masih kerap kita jalankan bukan pada waktunya, dan masih amat jauh pula dari potret kekhusyu’an.

Mari kita teliti, karunia anggota tubuh dan nikmat lain yang Allah berikan kepada kita. Lebih sering untuk kita gunakan di jalan yang diridhai Allah kah? Atau justru sebaliknya nikmat Allah tersebut malah kita gunakan untuk berbuat maksiat kepada-Nya. Mata, telinga, tangan, kaki, kesehatan, harta dan segudang nikmat lainnya yang tak terhitung.

Mari kita koreksi sejauh mana kita telah berusaha meningkatkan kebaktian kepada kedua orang tua, yang telah melahirkan, merawat, membesarkan dan mendidik kita. Serta telah mengorbankan apapun yang dimilikinya untuk kebaikan kita.

Mari kita cek kembali sikap amanah kita dalam mendidik anak-anak yang telah Allah amanahkan kepada kita. Sudahkah kita memperhatikan shalat, perilaku dan tutur kata mereka? Apakah gerangan jawaban yang telah kita persiapkan untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan Allah kelak di hari kiamat, jika kita menterlantarkan pendidikan agama mereka?

Mari kita periksa ulang setiap kata yang keluar dari lisan kita, apakah hanya sekedar menukil berita tak jelas juntrungnya, yang berisikan fitnah terhadap kaum mukminin. Ataukah setiap kalimat tersebut telah kita persiapkan pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah?

Mari kita tinjau kembali mata pencaharian yang kita lakoni saat ini. Apakah termasuk jenis pekerjaan yang dihalalkan Allah? Kalaupun iya, apakah sudah kita bersihkan dari praktek-praktek yang menodai kehalalannya?

Seluruh pertanyaan ini merupakan sekelumit usaha kita untuk menghindari penyesalan tiada guna kelak di hari akhir. Yang Allah sitir sebagiannya dalam firman-Nya,

“يَاحَسْرَتَى عَلَى مَافَرَّطتُ فِي جَنْبِ اللهِ وَإِن كُنتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ

Artinya: “Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, dan aku sungguh dahulu termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah).” Az-Zumar (39): 56.

هذا؛ وصلوا وسلموا –رحكم الله– على الصادق الأمين؛ كما أمركم بذلك مولاكم رب العالمين، فقال سبحانه: “إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً”.

اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد, اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.

ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين

ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم

ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب

ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة…

@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 23 Jumadats Tsani 1434 / 3 Mei 2013


Artikel asli: https://tunasilmu.com/bila-kematian-disembelih/